Pimpinan Jemaah Ansharut Daulah (JAD) Zainal Anshori menjadi saksi di
sidang lanjutan terdakwa bom Thamrin Aman Abdurrahman alias Oman Rochman
alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarman. Zainal menceritakan sempat ada
video call antara Aman dengan anggota JAD di salah satu acara.
Dalam video call tersebut Aman berada di dalam Lapas Nusakambagan. Zainal menyampaikan tidak terlalu mengingat apa yang dibicarakan. PT BESTPROFIT
Dalam video call tersebut Aman berada di dalam Lapas Nusakambagan. Zainal menyampaikan tidak terlalu mengingat apa yang dibicarakan. PT BESTPROFIT
"Apa yang disampaikan terdakwa dalam video call?," tanya jaksa Mayasari saat di persidangan.
"Saya mengikuti saat sesi pertanyaan ketika pertanyaan hukum
menyekolahkan anak di sekolah negeri, saya hanya ingat itu yang lainnya
saya lupa," kata Zainal kepada jaksa.
"Saudara yakin itu suara terdakwa?," tanya jaksa Mayasari.
"Insyallah yakin," ucap Zainal.
"Saudara yakin itu suara terdakwa?," tanya jaksa Mayasari.
"Insyallah yakin," ucap Zainal.
Jaksa kembali bertanya kenapa bisa terjadi video call dengan terdakwa. Padahal posisi terdakwa berada dalam Lapas Nusakambangan.
"Kenapa bisa video call padahal ada di Nusakambangan?," tanya jaksa
"Saya tidak tahu, karena Abu Khotib yang melakukan," tutur Zainal.
"Kenapa bisa video call padahal ada di Nusakambangan?," tanya jaksa
"Saya tidak tahu, karena Abu Khotib yang melakukan," tutur Zainal.
Zainal mengaku acara video call itu sudah diatur dalam susunan acara
oleh penyelenggara acara JAD. Aman dalam video call tersebut mengisi
tausyiah seperti layaknya penceramah pada umumnya.
Dalam kasus ini, Oman didakwa menggerakkan orang lain dan merencanakan sejumlah teror di Indonesia, termasuk bom Thamrin 2016. Oman dinilai telah menyebarkan paham yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan objek-objek vital.
Atas perbuatannya, Oman dijerat Pasal 14 jo Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam kasus ini, Oman didakwa menggerakkan orang lain dan merencanakan sejumlah teror di Indonesia, termasuk bom Thamrin 2016. Oman dinilai telah menyebarkan paham yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan objek-objek vital.
Atas perbuatannya, Oman dijerat Pasal 14 jo Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.