Satu individu hiu paus (Rhincodon Typus) tubuhnya dipotong-potong dan
dijajakan di Pasar Penjajab Pemangkat, Kabupaten Sambas, Kalbar, setelah
terjerat jaring nelayan di Barat Daya Perairan Pulau Lemukutan,
Kabupaten Bengkayang, Rabu (29/11).
"Hiu paus tersebut terjerat atau 'by catch' alat penangkapan ikan gillnet dan sudah dimusnahkan dengan cara dikubur seberat lebih kurang 600 kilogram," kata Subagyo, Koordinator Satuan Pengawasan Sambas, Stasiun PSDKP Pontianak, saat dikonfirmasi, Sabtu.
Sebelum dikubur, sudah diambil sampel oleh dokter hewan dari WWF Indonesia, Kamis (30/11). Seperti dilansir Antara.
Pulau Lemukutan berada di wilayah Kabupaten Bengkayang, Kalbar. Informasi yang dihimpun, karena ukuran ikan lebih besar dari kapal, nelayan tersebut berinisiatif memotong menjadi beberapa bagian.
Hiu paus mempunyai ciri-ciri tubuh berwarna abu-abu dengan corak bulatan (totol) dan garis-garis yang berwarna putih/kuning serta memiliki kulit yang tebal dan pada bagian atas sisi tubuhnya terdapat guratan-guratan yang menonjol.
Sementara itu, Marine Species Coordinator WWF Indonesia, drh Dwi Suprapti mengatakan, perairan laut Kalimantan Barat menjadi salah satu jalur migrasi hiu paus.
Menurutnya, sejak tahun 2013 hingga 2017 ini, setidaknya ada lima kasus ikan hiu paus tertangkap tidak sengaja oleh jaring nelayan di perairan Kalbar. Di antaranya di Kecamatan Sungai Pinyuh (Mei 2013), Kecamatan Paloh (Desember 2013), Kecamatan Selakau (Maret 2015 dan Februari 2017), dan saat ini di Kecamatan Pemangkat (November 2017).
Menurut Dwi, berdasarkan hasil pemetaan sebaran habitat penyebaran hiu paus yang dikumpulkan WWF Indonesia bersama Whale Sharks Indonesia (2016) menunjukkan bahwa hiu paus terlaporkan kemunculannya di beberapa lokasi di Indonesia diantaranya Aceh, Sumatera Barat, Jakarta (Kepulauan Seribu), Jawa Timur (Probolinggo), Bali, Nusa Tenggara, Alor, Flores, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Papua.
Dari hasil survey, kata Dwi, diketahui populasi hiu paus terbesar pertama di Indonesia berada di Nabire, Papua Barat dengan jumlah 128 individu, disusul Talisayan, Kalimantan Timur dengan jumlah 36 individu.
Kemudian perairan Probolinggo, Jawa Timur dengan jumlah 26 individu dan perairan Gorontalo teridentifikasi sejumlah 17 individu.
"Dengan penemuan hiu jenis ini di perairan Kalbar, bertambahlah catatan keragaman hayati spesies laut di daerah ini," katanya.
Dwi mengatakan, monitoring dan penelitian hiu paus di Indonesia, sudah dimulai WWF bersama parapihak sejak 2010. Diawali survei berkala melibatkan nelayan bagan di Wasior, hingga pemasangan Pop-up Satellite Archival Tag (PSAT) untuk merekam dan memantau pergerakan hiu ini.
Juga pemasangan radio frequency identification (RFID) untuk mengidentifikasi hiu paus secara permanen, pengambilan photo ID, studi keragaman genetika hiu ini di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih, serta studi pengembangan kepariwisataan berbasis hiu paus.
Saat ini, kata Dwi, hiu paus berstatus dilindungi sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.18 tahun 2013.
"Hiu paus tersebut terjerat atau 'by catch' alat penangkapan ikan gillnet dan sudah dimusnahkan dengan cara dikubur seberat lebih kurang 600 kilogram," kata Subagyo, Koordinator Satuan Pengawasan Sambas, Stasiun PSDKP Pontianak, saat dikonfirmasi, Sabtu.
Sebelum dikubur, sudah diambil sampel oleh dokter hewan dari WWF Indonesia, Kamis (30/11). Seperti dilansir Antara.
Pulau Lemukutan berada di wilayah Kabupaten Bengkayang, Kalbar. Informasi yang dihimpun, karena ukuran ikan lebih besar dari kapal, nelayan tersebut berinisiatif memotong menjadi beberapa bagian.
Hiu paus mempunyai ciri-ciri tubuh berwarna abu-abu dengan corak bulatan (totol) dan garis-garis yang berwarna putih/kuning serta memiliki kulit yang tebal dan pada bagian atas sisi tubuhnya terdapat guratan-guratan yang menonjol.
Sementara itu, Marine Species Coordinator WWF Indonesia, drh Dwi Suprapti mengatakan, perairan laut Kalimantan Barat menjadi salah satu jalur migrasi hiu paus.
Menurutnya, sejak tahun 2013 hingga 2017 ini, setidaknya ada lima kasus ikan hiu paus tertangkap tidak sengaja oleh jaring nelayan di perairan Kalbar. Di antaranya di Kecamatan Sungai Pinyuh (Mei 2013), Kecamatan Paloh (Desember 2013), Kecamatan Selakau (Maret 2015 dan Februari 2017), dan saat ini di Kecamatan Pemangkat (November 2017).
Menurut Dwi, berdasarkan hasil pemetaan sebaran habitat penyebaran hiu paus yang dikumpulkan WWF Indonesia bersama Whale Sharks Indonesia (2016) menunjukkan bahwa hiu paus terlaporkan kemunculannya di beberapa lokasi di Indonesia diantaranya Aceh, Sumatera Barat, Jakarta (Kepulauan Seribu), Jawa Timur (Probolinggo), Bali, Nusa Tenggara, Alor, Flores, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Papua.
Dari hasil survey, kata Dwi, diketahui populasi hiu paus terbesar pertama di Indonesia berada di Nabire, Papua Barat dengan jumlah 128 individu, disusul Talisayan, Kalimantan Timur dengan jumlah 36 individu.
Kemudian perairan Probolinggo, Jawa Timur dengan jumlah 26 individu dan perairan Gorontalo teridentifikasi sejumlah 17 individu.
"Dengan penemuan hiu jenis ini di perairan Kalbar, bertambahlah catatan keragaman hayati spesies laut di daerah ini," katanya.
Dwi mengatakan, monitoring dan penelitian hiu paus di Indonesia, sudah dimulai WWF bersama parapihak sejak 2010. Diawali survei berkala melibatkan nelayan bagan di Wasior, hingga pemasangan Pop-up Satellite Archival Tag (PSAT) untuk merekam dan memantau pergerakan hiu ini.
Juga pemasangan radio frequency identification (RFID) untuk mengidentifikasi hiu paus secara permanen, pengambilan photo ID, studi keragaman genetika hiu ini di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih, serta studi pengembangan kepariwisataan berbasis hiu paus.
Saat ini, kata Dwi, hiu paus berstatus dilindungi sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.18 tahun 2013.