Ketua Umum Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP) Pusat, hakim agung Syamsul Maarif bersama sejumlah hakim mempolisikan Komisi Yudisial (KY). Hal itu terkait pungutan Rp 150 juta untuk perlombaan tenis.
"Kami yang terhimpun dalam Persatuan Tenis Warga Pengadilan yang disingkat PTWP dan para ketua pengadilan tingkat banding, melaporkan kepada penyidik tentang suatu peristiwa yang dilakukan oleh seorang komisioner Komisi Yudisial (KY)," kata juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi di Mapolda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (17/9/2018).
"Dalam kesempatan itu, juru bicara Komisi Yudisial yang menyatakan bahwa penyelenggaran tenis warga pengadilan di Denpasar Bali dilakukan pungutan setiap pengadilan tingkat banding Rp 150 juta. Hal ini tidak benar dan kali ini lah kami laporkan ke polisi," sambung Suhadi.
Menurut Suhadi, pernyataan mengenai adanya pungutan uang tersebut disampaikan oleh juru bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi dalam sebuah media pada Rabu (12/9) lalu. Pernyataan tersebut, sambung Suhadi, merupakan fitnah.
"Tidak ada ketentuan bahwa KY harus menentukan pungutan atau tidak. Itu komentar dari yang bersangkutan. Karena itu tidak benar, kami merasa fitnah. Jadi kedua lembaga ini baik dari PTWP maupun dari pimpinan pengadilan tingkat banding merasa difitnah bahwa pungutan semacam itu tidak ada sama sekali," ujar Suhadi.
Suhadi menjelaskan, penyelenggaran turnamen tenis hakim se-Indonesia itu merupakan acara yang rutin digelar setiap tiga tahun sekali. Menurut dia, acara itu ditanggung oleh PTWP pusat.
"Jadi untuk penyelenggaran secara nasional, itu ditanggung oleh PTWP pusat 3 tahun satu sekali dan sudah dutentukan dalam Munas Kongres PTWP bahwa program kerja yang harua dijalani oleh setiap masa pengabdiannya itu adalah menyelenggarakan tenis secara nasional dan ini sudah dari tahun 50-an sudah terselenggara," jelasnya.
Selain itu, Suhadi juga membantah soal tuduhan bahwa setiap Ketua Pengadilan harus mengumpulkan uang sebesar Rp 200 juta jika ada pimpinan MA yang berkunjung ke daerah.
"Kedua, menyatakan bahwa setiap pimpinan Mahkamah Agung melakukan pembinaan di daerah selalu pimpinan tingkat banding harus mengumpulkan uang Rp 200 juta dan ini tidak benar sama sekali.oleh sebab itu kami menggunakan hak hukum baik dari pimpinan pengadilan tingkat banding dan ketua persatuan tenis warga pengadilan pusat dan juga didukung oleh ketua pelaksana turnamen, bahwa pungutan yang disebutkan dalam rilis pers itu tidak benar sama sekali," tutur Suhadi.
Suhadi mengatakan, pihaknya tidak melakukan klarifikasi terlebih dahulu kepada KY mengenai pernyataan soal pungutan uang itu. Pasalnya, sambung Suhadi, KY juga tidak pernah melakukan klarifilasi saat memberikan pernyataan ke media.
"Ya tidak perlu KY juga tidak pernah mengklarifikasi kepada kita apakah benar Rp 150 itu. Seharusnya kalau ada ittikad baiknya, ada penghubung KY, ada penghubung MA. Tanya dulu ke MA. Ada isu Rp 150 juta setiap tingkat banding, apakah benar atau tidak. Nah MA akan menjawab. Selang berlangsung di Bali langsung dimuat sedemikian rupa pada hari Rabu itu, semua orang baca," ucap Suhadi.
Laporan Syamsul itu diterima polisi dengan nomor LP/4965/IX/2018/Dit.Reskrimum. Pihak terlapor dalam kasus ini masih dalam penyelidikan.
Sedangkan perkara yang dilaporkan adalah tindak pidana penistaan, pencemaran nama baik melalui media cetak dan online sebagaimana pasal 28 ayat (2) jo pasal 45 huruf a ayat (2) dan atau pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (3) UU RI No 19 tahun 2016 tentang Perubahan UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau pasal 311 KUHP dan atau pasal 310 KUHP.
Selain itu, laporan juga dibuat oleh Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Medan, Cicut Sutiarso dengan nomor LP/4966/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimum. Identitas pelapor masih dalam penyelidikan dan pasal yang dilaporkan sama dengan laporan sebelumnya.