BESTPROFIT Pemerintah dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara
(RAPBN) Tahun 2018 telah menetapkan target setoran Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) atau dividen sebesar Rp 43,697 triliun.
PT BESTPROFIT
Target
setoran dividen tahun depan ini naik 6,6% jika dibandingkan dengan
target dividen pada APBN-P 2017 yang sebesar Rp 41 triliun.
BEST PROFIT
Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tidak seluruh BUMN
membayarkan dividen kepada negara. Saat ini total perusahaan pelat merah
terdapat sebanyak 118 perusahan.
PT BEST PROFIT
BUMN mana saja yang tidak membayar dividen ?
Sri Mulyani memastikan, BUMN yang kedapatan masih mengalami kerugian maka dibebaskan dari pembayaran dividen.
"BUMN
rugi karena kalah persaingan, seperti Garuda, Bulog, Krakatau Steel,
PTPAL, PT DOK, Kimia Farma, Balai Pustaka, PFN, dan Berdikari," kata Sri
Mulyani di Ruang Rapat Komisi VI DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Tidak
hanya rugi karena kalah dalam persaingan, BUMN yang masih dalam kondisi
kerugian cukup lama juga terbebaskan untuk membayarkan setoran, seperti
Nindya Karya, Merpati, Kertas Kraft Aceh, Djakarta Lloyd, Kertas Leces,
dan Industri Sandang Nusantara.
"Kita tentu dari sisi keuangan
negara, aset dalam BUMN ini harusnya bisa memberikan kinerja sama
baiknya, kinerja BUMN ini baik yang hasilkan dividen dan tidak bisa
diukur sehingga optimalisasi keuangan negara bisa ditanggung jawabkan,"
tegas dia.
Diketahui,
khusus target dividen Rp 43,6 triliun di 2018 berasal dari 26 BUMN yang
sudah Tbk sebesar Rp 23,14 triliun, lalu dari 81 BUMN non Tbk sebesar
Rp 19,5 triliun, lalu 18 BUMN dengan porsi pemerintah minoritas sebesar
Rp 112 miliar, dan 5 BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan
sebesar Rp 906 miliar.
Sementara itu, Deputi Bidang Jasa
Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar
Harry Sampurno mengatakan, BUMN yang rugi ini dipastikan tidak membayar
dividen pada periode 2017 dan 2018. "Iya ini untuk periode 2017 dan
2018, seperti Garuda itu kan karena rugi," kata Fajar.
Sri
Mulyani melanjutkan, penetapan dividen berasal dari laba bersih suatu
perusahaan yang ditentukan dalam RUPS. Dividen bisa diberikan apabila
perusahaan punya saldo laba yang positif atau tidak alami kerugian.
"Jadi
kenapa perlu bayar dividen? Pertimbangannya apa untuk bayar dividen?
Kebutuhan pendanaan perusahaan sendiri, dividen mempertimbangkan
kemampuan perusahaan mendanai investasi dalam menjaga keberlangsungan
usaha. Jangan sampai dividen melemahkan perusahaan sendiri," jelas dia.
Penyetoran dividen juga dibagi ke dalam tiga sektor, yakni payout
rendah, sedang dan tinggi dengan rata-rata sebesar 0%-60%, yang
ditentukan oleh 6 hal, yang pertama untuk 0% atau tidak bayar merupakan
BUMN yang merugi atau memperoleh laba tapi masih ada akumulasi kerugian
atau peroleh laba tanpa akumulasi rugi tetapi hadapi persoalan cashflow.
BUMN dengan payout
ratio rendah, kata Sri Mulyani, atau di bawah 20% maka dia adalah BUMN
yang bidang usahanya memberi jaminan kepada layanan sosial. Mereka
gunakan profit atau surplus untuk dikembalikan lagi dalam memberi
layanan sosial atau jaminan hari tua di mana benefit dibanding dividen
lebih besar ke pelayanan masyarakat dan jaminan hari tua. Seperti
Taspen, Asbari, dan Perum Perhutani.
Selanjutnya, BUMN bayar
dividen yang moderat, adalah mereka yang bersifat komersial tapi dapat
penugasan pemerintah, ketimbang uang masuk APBN, tapi dia lakukan
berbagai kegiatan atau misi pembangunan.
Lalu, BUMN yang dividen payout
rasio tinggi adalah yang sektoral dan kompetitif dan punya likuiditas
yang bagus. Menurut Sri Mulyani, BUMN ini punya fungsi dan peran penting
yang diminta pemerintah, misalkan dalam hal infrastruktur baik
konektivitas, energi, ketahanan pangan, perbankan dan jasa keuangan.
"Seperti
konektivitas jalan tol Trans Sumatera, ini adalah misi ekonomi, dan
efisiensi infrastruktur Indonesia," jelas Sri Mulyani.
Lalu, kata
Sri Mulyani, ada juga BUMN yang melakukan fungsi khusus seperti
Pertamina yang melakukan BBM 1 Harga tentunya tidak untung sehingga
pengaruhi pembayaran dividen. Begitu juga di sektor ketahanan pangan
seperti Bulog, dan juga ketenagalistrikan seperti PLN, hingga penguatan
UMKM melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
"Jadi perlu
diinjeksi capitalnya karena mereka gunakan neracanya untuk kegiatan
untuk aspek nasional. Tapi tetap neraca dan tata kelola BUMN tersebut
harus bisa dijaga sehingga efisiensi dan kemampuan gunakan resources bisa ditegaskan dengan baik," tutup dia