BESTPROFIT Upaya XL Axiata untuk memperluas jaringan internet seluler, terutama 4G
ke wilayah pelosok di Indonesia ternyata tak semulus yang direncanakan.
Diakui, pihaknya kerap menemui berbagai macam kendala dalam membangun
infrastruktur. BEST PROFIT
Salah satu kendala yang paling berat menurut XL adalah masalah perizinan. Seperti yang diucapkan oleh Chief Service Management XL Axiata Yessie D. Yosetya, mereka sering menjumpai birokrasi yang rumit, baik dari masyarakat sekitar maupun pemerintah daerah (Pemda). PT BESTPROFIT
"Yang menjadi masalah adalah perizinan. Jadi itu ya, saya juga mendorong dari sisi asosiasi (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia) dan sudah banyak melakukan dialog dengan Pemda. Karena kan sebetulnya kalau pemerintah daerah melihat bahwa dengan mereka bekerjasama dengan operator itu justru bisa meningkatkan perekonomian di sana. Harusnya diberikan kemudahan bagi operator untuk mengakuisisi lahan, mendapatkan tempat, tapi ini enggak," ujar Yessie ketika ditemui detikINET di Sabang, Aceh beberapa waktu lalu. PT BEST PROFIT
Lebih lanjut Yessie mengatakan apabila ini sudah menjadi tantangsn yang dihadapi sehari-hari, tak hanya dari XL tapi juga operator lain. Ketika sudah berbicara perizinan, masyarakat yang memiliki lahan terkadang sukar untuk diajak bekerjasama.
"Padahal kan kalau enggak ada jaringan di sana juga kan tanahnya tidak seseksi yang diharapkan. Mereka toh juga susah," ucap Yessie.
XL sendiri juga sudah mendorong pemerintah bagaimana untuk bisa membantu dari sisi industri supaya bisa mudah. Karena kalau dilihat dari total biaya belanja XL, paling besar dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur.
Salah satu kendala yang paling berat menurut XL adalah masalah perizinan. Seperti yang diucapkan oleh Chief Service Management XL Axiata Yessie D. Yosetya, mereka sering menjumpai birokrasi yang rumit, baik dari masyarakat sekitar maupun pemerintah daerah (Pemda). PT BESTPROFIT
"Yang menjadi masalah adalah perizinan. Jadi itu ya, saya juga mendorong dari sisi asosiasi (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia) dan sudah banyak melakukan dialog dengan Pemda. Karena kan sebetulnya kalau pemerintah daerah melihat bahwa dengan mereka bekerjasama dengan operator itu justru bisa meningkatkan perekonomian di sana. Harusnya diberikan kemudahan bagi operator untuk mengakuisisi lahan, mendapatkan tempat, tapi ini enggak," ujar Yessie ketika ditemui detikINET di Sabang, Aceh beberapa waktu lalu. PT BEST PROFIT
Lebih lanjut Yessie mengatakan apabila ini sudah menjadi tantangsn yang dihadapi sehari-hari, tak hanya dari XL tapi juga operator lain. Ketika sudah berbicara perizinan, masyarakat yang memiliki lahan terkadang sukar untuk diajak bekerjasama.
"Padahal kan kalau enggak ada jaringan di sana juga kan tanahnya tidak seseksi yang diharapkan. Mereka toh juga susah," ucap Yessie.
XL sendiri juga sudah mendorong pemerintah bagaimana untuk bisa membantu dari sisi industri supaya bisa mudah. Karena kalau dilihat dari total biaya belanja XL, paling besar dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur.
"Bangun saja sih Rp 600 sampai Rp 700 juta. Pernak-perniknya bisa lebih dari Rp 1 miliar," tambah Yessie.
XL sendiri saat ini tidak membangun infrastruktur jaringan sendiri. Operator yang identik dengan warna biru itu memilih untuk menggandeng tower provider.
"Nah, tapi kan tower provider juga punya tantangan besar. Mereka tidak bisa memberi site ke kami karena penolakan masyarakat, izin yang tidak keluar, dan banyak yang moratorium juga kan. Banyak Pemda yang tidak mengeluarkan izin baru lagi. Mungkin tujuannya bagus untuk penataan, tapi keperluan masih ada," ucap VP Project Management XL Axiata I Gede Darmayusa.
Tidak hanya rencana pembangunan, menurut Gede situs yang sudah berdiri pun terkadang harus dibongkar. Alasannya beragam, mulai dari karena warga tidak setuju, minta kompensasi yang berlebihan, dan sebagainya.
Selain tantangan yang disebutkan tadi, adapula tantangan ketika membangun infrastruktur di wilayah terluar Indonesia. Tantangannya sudah pasti urusan logistik.
"Di wilayah terluar itu tantangan logistik sebenarnya, di mana mengirim barang dari Jakarta ke lokasi-lokasi itu. Kalau sudah sampai di sana ya gampang, 5 sampai 10 hari jadi. Tapi membawa barang ke sana yang mahal, terutama daerah-daerah yang agak pedalaman dan aksesnya yang tidak bisa dilalui jalan umum," pungkas Gede.
XL sendiri saat ini tidak membangun infrastruktur jaringan sendiri. Operator yang identik dengan warna biru itu memilih untuk menggandeng tower provider.
"Nah, tapi kan tower provider juga punya tantangan besar. Mereka tidak bisa memberi site ke kami karena penolakan masyarakat, izin yang tidak keluar, dan banyak yang moratorium juga kan. Banyak Pemda yang tidak mengeluarkan izin baru lagi. Mungkin tujuannya bagus untuk penataan, tapi keperluan masih ada," ucap VP Project Management XL Axiata I Gede Darmayusa.
Tidak hanya rencana pembangunan, menurut Gede situs yang sudah berdiri pun terkadang harus dibongkar. Alasannya beragam, mulai dari karena warga tidak setuju, minta kompensasi yang berlebihan, dan sebagainya.
Selain tantangan yang disebutkan tadi, adapula tantangan ketika membangun infrastruktur di wilayah terluar Indonesia. Tantangannya sudah pasti urusan logistik.
"Di wilayah terluar itu tantangan logistik sebenarnya, di mana mengirim barang dari Jakarta ke lokasi-lokasi itu. Kalau sudah sampai di sana ya gampang, 5 sampai 10 hari jadi. Tapi membawa barang ke sana yang mahal, terutama daerah-daerah yang agak pedalaman dan aksesnya yang tidak bisa dilalui jalan umum," pungkas Gede.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar