Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab sempat ditahan oleh kepolisian Arab Saudi terkait bendera bertuliskan kalimat tauhid yang dipasang di dinding luar rumahnya di Mekkah. Bendera tersebut dinilai ilegal di Arab Saudi.
Dari keterangan pihak Kedutaan Besar RI untuk Saudi, pemeriksaan Rizieq itu terkait pemasangan bendera hitam yang mengarah pada ciri-ciri gerakan ekstremis.
Pembina Majelis Syuro DPP FPI Muhsin Al Attas menegaskan bendera yang dipajang di tembok rumah Rizieq serupa dengan panji yang dikibarkan pada Aksi Bela Tauhid pekan lalu.
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai, pemeriksaan itu didasari kecurigaan otoritas Saudi pada bendera hitam yang terpasang di dinding rumah Rizieq.
Pemerintah Saudi diketahui melarang keras segala bentuk jargon, label, atribut, dan lambang apapun yang terkait terorisme dan ekstremisme. Sementara bendera yang terpasang itu diduga identik dengan kelompok terlarang Hizbut Tahrir.
Selama ini Arab Saudi melarang aktivitas Hizbut Tahrir sekaligus persebaran ideologi melalui terbitan yang ditulis orang-orang berafiliasi dengannya.
"Saya kira kecurigaan ini diarahkan ada sebuah bendera dan tidak melambangkan sesuatu yang legal di Arab Saudi," ujar Yon kepada CNNIndonesia.com, Kamis (8/11).
Sementara bendera yang terpasang, menurut Yon, cenderung melambangkan simbol, kelompok, maupun organisasi tertentu. Padahal, pemerintah Saudi telah mengatur secara tegas larangan organisasi atau kegiatan politik apapun di negaranya.
"Jadi persoalan bendera ini bisa jadi terkait pelarangan aktivitas politik, bisa juga dilarang apabila berkaitan dengan kelompok yang dicurigai berafiliasi dengan kelompok radikal atau terorisme. Itu bisa jadi ancaman serius bagi kerajaan Arab Saudi," ujarnya.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah Saudi berhak menindak Rizieq secara hukum jika memang terjadi persoalan dalam pemasangan bendera tersebut. Menurut dia, pemerintah Saudi memiliki kewenangan menyelidiki kasus yang menyangkut warga negaranya sendiri maupun warga negara lain yang tinggal di sana.
"Ya, bisa dilakukan penindakan karena Arab Saudi sangat tegas terhadap aturan-aturan ini," kata Yon.
Ia sendiri tak dapat memastikan apakah bendera itu berkaitan dengan kelompok atau organisasi tertentu. Namun, kata dia, pemerintah Saudi memang memiliki aturan yang lebih ketat dari Indonesia terkait pemasangan bendera semacam itu. Tak heran jika di Indonesia bendera-bendera semacam itu lebih bebas untuk dikibarkan.
"Bendera itu mungkin tidak lazim di Arab Saudi, bisa saja memang lazim di Indonesia. Ya karena di Arab Saudi itu simbol-simbol dibatasi, makanya (ketika ada bendera itu) mereka langsung memanggil dan menyelidiki pihak yang dianggap terkait," kata Yon.
Lebih lanjut Yon mengatakan Indonesia belum memiliki aturan terkait larangan simbol-simbol maupun pemasangan bendera kelompok atau organisasi di muka umum. Setiap kelompok bebas memasang bendera masing-masing.
Selain itu tak ada ketentuan pasti yang menegaskan tentang lambang bendera organisasi terlarang seperti Hizbut Tahrir atau ISIS di Indonesia.
"Di Indonesia begitu banyak model bendera tapi tidak ada aturannya. Semestinya beri aturan saja bendera ini berkaitan dengan kelompok mana, yang mana yang tidak boleh dikibarkan, sehingga orang bisa lebih hati-hati ketika akan mengibarkan atau menggunakan lambang tertentu," tuturnya.
Bendera bertuliskan kalimat tauhid itu menjadi kontroversi di Indonesia. Polemik itu berawal dari pembakaran bendera hitam oleh anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama di Garut.
Pembakaran terjadi saat perayaan hari santri di daerah Limbangan, Garut, pada Senin (22/10). Bendera tersebut dibakar karena dianggap sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Usai pembakaran itu, sejumlah demonstrasi digelar dengan tema Aksi Bela Tauhid.