Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) memanggil dua orang saksi terkait kasus Tindak Pidana Pencucian
Uang yang diduga dilakukan politikus PKS Yudi Widiana Adia. Mantan wakil
ketua Komisi V DPR itu juga merupakan terdakwa penerima suap terkait
proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. PT BESTPROFIT
Kepala bagian Informasi dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha
mengonfirmasi dua saksi yang diperiksa hari ini. Satu dari dua saksi
merupakan dokter gigi.
"Iya diperiksa dua orang saksi untuk tersangka YWA," ujar Priharsa saat dikonfirmasi, Selasa (27/2).
Dua saksi tersebut adalah; Tan Wendy Tanaya selaku dokter gigi, dan Gunawan Harsono selaku swasta. BESTPROFIT
Sebelumnya, KPK telah menetapkan mantan Wakil Ketua Komisi V DPR itu
sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pencucian uang. Politisi PKS
itu diduga mengaburkan aset perolehan suap atas sejumlah proyek di
Maluku dan Kalimantan yang dia miliki sebesar Rp 20 miliar.
Yudi disinyalir membeli sejumlah aset berupa rumah, tanah, ataupun kendaraan dengan atas nama orang lain. BEST PROFIT
Sementara itu, penetapan Yudi sebagai tersangka atas tindak pidana
pencucian uang berawal dari pengembangan operasi tangkap tangan kasus
suap proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen
PUPR). Dari kasus ini, sejumlah anggota Komisi V DPR menjadi pesakitan
komisi anti rasuah tersebut seperti Damayanti Wisnu Putranti, Musa
Zainuddin, dan Yudi Widiana Adia.
Dari pengembangan tersebut,KPK menemukan ketidaksesuaian penghasilan Yudi sebagai anggota DPR dengan kepemilikan asetnya.
Atas perbuatannya, Yudi disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4
undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Di kasus lain, yakni penerimaan suap, ia dituntut pidana penjara 10
tahun, denda Rp 1 miliar subsider 5 bulan kurungan oleh jaksa penuntut
umu pada KPK. Dia juga dituntut pidana tambahan yakni pencabutan hak
politiknya selama 5 tahun usai menjalani pidana pokok.
Akibat perbuatannya, Yudi diganjar melanggar Pasal 12 b Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.