Setelah Turki, Brasil, Afrika Selatan, dan Argentina, saat ini Pakistan juga sedang di ujung tanduk krisis moneter.
Perdana
Menteri Pakistan yang belum lama dilantik, Imran Khan, menghadapi
pembayaran utang yang cukup besar, bahkan sudah menggerus setengah
cadangan devisanya dalam beberapa tahun terakhir. BESTPROFIT
Pakistan butuh
bantuan sekitar US$ 12 miliar untuk menghindari gagal bayar utang. Salah
satu pilhannya adalah meminta bantuan International Monetary Fund (IMF)
agar bisa membereskan utang-utangnya, salah satu yang terbesar kepada
China BEST PROFIT
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance
(INDEF) Dzulfian Syafrian pada 2017 lalu ekonomi Pakistan (5,3%)
sebenarnya tumbuh lebih tinggi dibanding Indonesia (5,1%), meski masih
di bawah Turki (7,4%) yang sekarang sudah masuk krisis ekonomi.
"Tapi
toh mereka tetap kolaps juga. Jadi, tingginya pertumbuhan ekonomi tidak
menjamin terbebas dari bahaya krisis moneter. Loh kok bisa? Jawabannya
simpel, karena pertumbuhan ekonominya Pakistan, sebagaimana Indonesia
saat ini, dibangun di atas pasir. Pondasinya rapuh. Tertiup angin
sedikit pun bisa rubuh," katanya dalam keterangan tertulis, Senin
(10/9/2018).
Lantas apa penyebab utamanya? Sebagaimana Indonesia,
perekonomian Pakistan juga sangat bergantung pada konsumsi
barang-barang impor non-produktif dan pembangunan infrastruktur
jor-joran yang berasal dari utang luar negeri.
"Alhasil, ketika dolar Amerika Serikat (AS) menguat seperti sekarang, cadangan dolar AS mereka semakin terkuras karena dipakai untuk menangkal pelemahan mata uang mereka," jelasnya.
Menurutnya,
narasi ini benar-benar mirip seperti yang sedang dialami Indonesia saat
ini. Cadangan dolar AS milik Indonesia juga terus terkuras sejak
Januari 2018.