Senin, 10 September 2018

Setelah Turki dan Venezuela Cs, Berikutnya Giliran Pakistan


Setelah Turki, Brasil, Afrika Selatan, dan Argentina, saat ini Pakistan juga sedang di ujung tanduk krisis moneter.
Perdana Menteri Pakistan yang belum lama dilantik, Imran Khan, menghadapi pembayaran utang yang cukup besar, bahkan sudah menggerus setengah cadangan devisanya dalam beberapa tahun terakhir. BESTPROFIT

Pakistan butuh bantuan sekitar US$ 12 miliar untuk menghindari gagal bayar utang. Salah satu pilhannya adalah meminta bantuan International Monetary Fund (IMF) agar bisa membereskan utang-utangnya, salah satu yang terbesar kepada China BEST PROFIT


Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dzulfian Syafrian pada 2017 lalu ekonomi Pakistan (5,3%) sebenarnya tumbuh lebih tinggi dibanding Indonesia (5,1%), meski masih di bawah Turki (7,4%) yang sekarang sudah masuk krisis ekonomi.

"Tapi toh mereka tetap kolaps juga. Jadi, tingginya pertumbuhan ekonomi tidak menjamin terbebas dari bahaya krisis moneter. Loh kok bisa? Jawabannya simpel, karena pertumbuhan ekonominya Pakistan, sebagaimana Indonesia saat ini, dibangun di atas pasir. Pondasinya rapuh. Tertiup angin sedikit pun bisa rubuh," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (10/9/2018).

Lantas apa penyebab utamanya? Sebagaimana Indonesia, perekonomian Pakistan juga sangat bergantung pada konsumsi barang-barang impor non-produktif dan pembangunan infrastruktur jor-joran yang berasal dari utang luar negeri.

"Alhasil, ketika dolar Amerika Serikat (AS) menguat seperti sekarang, cadangan dolar AS mereka semakin terkuras karena dipakai untuk menangkal pelemahan mata uang mereka," jelasnya.

Menurutnya, narasi ini benar-benar mirip seperti yang sedang dialami Indonesia saat ini. Cadangan dolar AS milik Indonesia juga terus terkuras sejak Januari 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar