Tiap tahun Kepolisian Republik Indonesia membuka kesempatan bagi para
anak muda untuk mendaftar sebagai anggota Polri. Mereka nantinya akan
diseleksi ketat melalui tes Akademi Polisi (Akpol). Hanya putra putri
terbaik yang lolos dan menjadi cikal bakal calon jenderal di masa depan.
Setiap tahun juga, dalam tes Akpol terjadi kisruh. Adanya dugaan
titipan anak pejabat hingga penipuan. Padahal kepolisian mengaku
menempatkan para peserta sama. Sehingga tidak ada kecurangan dalam
hasilnya.
Meski begitu, keganjilan justru muncul. Seperti terjadi saat seleksi
Akpol 2017 di Sumatera Utara (Sumut) dan Jawa Barat. Hasil seleksi
mengundang protes.
Dalam masalah ini, peserta gagal mempertanyakan terpilihnya putra
pejabat utama Polda Sumut. Padahal peringkatnya saat penentuan tahap
akhir (pantohir) berada di bawah mereka. Peserta protes merupakan bagian
dari mereka tidak terpilih untuk mengikuti tes di Semarang, Jawa
Tengah.
Sandy Pratama Putra (20), peserta pantohir dengan ranking 14 dari 33
peserta laki-laki, mengungkapkan keganjilan tersebut. Sandy dan para
rekannya tidak diberangkatkan karena kuota Sumut hanya 14. Tiga belas di
antaranya laki-laki ditambah seorang perempuan.
Belakangan, kata Sandy, terungkap di luar 14 peserta lolos masih ada
satu lagi peserta, yaitu IAP. Peserta itu ternyata juga akan
diberangkatkan. Padahal dia hanya berada pada rangking 26. "Kebetulan
dia anak pejabat utama Polda Sumut. Itu sudah rahasia umum dan sejak
awal tes pun sudah diakuinya," kata Sandy, Rabu kemarin.
Berdasarkan peringkat, Sandy merasa lebih pantas lolos untuk ikut
seleksi di tingkat pusat. Mereka kecewa karena ada 12 nama, dari ranking
14 hingga 25 yang dilompati IAP. "Jika dia berhak, kami juga berhak.
Kami sama-sama warga negara," ucapnya.
Bahkan para peserta gagal ini bersedia melakukan tes ulang melawan
anak pejabat polisi tersebut. "Kami siap jika kami akan dites ulang
dengan beliau (IAP, anak pejabat Polda Sumut, yang terpilih setelah
mendapatkan kuota khusus dari Mabes Polri)," tegasnya.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Rina Sari Ginting, menyebut tambahan
peserta terpilih merupakan kuota khusus dari Mabes Polri. "Tapi kouta
itu tidak mengganggu kuota Polda Sumut yang berjumlah 14 orang. Itu
kuota khusus," jelas Sari.
Kisruh seleksi Akpol di Jawa Barat juga sempat menghebohkan. Seleksi
calon anggota Polri ini diwarnai pungli dan sentimen kedaerahan sehingga
suasana memanas. Dari 41 calon taruna pria, 35 orang dinyatakan lolos
dalam seleksi itu. Setelah penetapan 35 calon taruna itu, terbitlah
aturan Kapolda Jabar Kep No 702/VI/2017 tanggal 23 Juni 2017 tentang
Prosentasenya kelulusan Panda Jabar bagi putra dan putri daerah yakni
Akpol 51 persen dan 70 persen untuk Bintara dan tamtama.
"Dari 35 orang yang lulus maka Polda Jabar yang telah mendapatkan
kuota untuk selanjutnya mengikuti tahap seleksi di pusat yaitu 23 calon
taruna pria dan empat calon taruna wanita," kata Arief.
Seharusnya peserta lolos dari ranking 1-23. Namun karena adanya
keputusan Kapolda Jabar tentang kuota putra daerah dan non daerah maka
peserta lolos seleksi adalah dari nomor urut 1-14. Lalu dilanjutkan 24,
26, 27, 29, 30, 31, 32, dan 33.
Hasil itu dibacakan dalam sidang terbuka dihadiri para peserta dan
orang tua calon taruna. Setelah pembacaan keputusan kelulusan, orangtua
siswa tak terima. Sebab pada penetapan kelulusan menggunakan keputusan
dari Kapolda Jabar nomor 702 tentang prioritas putra daerah.
"Inilah yang diprotes orangtua murid dan dilaporkan ke Propam Mabes
Polri. Melihat kondisi ini saya perintahkan tim melakukan verifikasi,"
kata Asisten Kapolri Divisi SDM, Irjen Arief Soelistyanto.
"Sehingga untuk menyelesaikan ini tanggal 1 Juli memutuskan penetapan
calon taruna yang lulus terpilih Jabar diambil alih panitia pusat
berdasarkan kep Kapolri," sambungnya.
Akibat kisruh ini, Mabes Polri menambah 4 calon taruna pria. Ini
berdasarkan hasil seleksi ulang dilakukan tim gabungan yang terdiri dari
Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Inspektorat Pengawasan Umum Polri,
dan Asisten Kepala Polri Divisi SDM.
"Berdasarkan hasil verifikasi ini maka panitia pusat menetapkan
penambahan kuota sebanyak empat orang sehingga dari 23 jadi 27 calon
taruna," ungkapnya.
Setidaknya ada 12 nama sempat tak lolos seleksi anggota Polri di
Polda Jabar. Hal ini lantaran kebijakan Kapolda Jabar Irjen Anton
Charliyan nomor 702 tentang kuota putra daerah dan kuota nondaerah.
"Nama-nama ini sebelumya tidak terpilih karena nonputra daerah,"
terangnya