Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Kasiyarno menggelar
jumpa pers menjelaskan kebijakannya soal mahasiswi bercadar di kampus.
Menurutnya, UAD tidak pernah melarang mahasiswinya bercadar, hanya saja
pihak kampus terlebih dulu memeriksa satu per satu mahasiswinya yang
bercadar sebelum ujian.
BESTPROFIT"Terkait dengan cadar itu sendiri
perguruan tinggi khususnya UAD memang tidak pernah membuat aturan yang
melarang. Tidak ada aturan di UAD terkait dengan kemahasiswaan di
kampus, tidak ada yang berbunyi melarang pemakaian cadar," kata
Kasiyarno saat melangsungkan jumpa pers di kantornya, Jalan Kapas,
Yogyakarta, Jumat (9/6/2018).
"Cuma di UAD ini memang secara
administratif kami (beranggapan) bahwa pemakaian cadar itu bisa
mengganggu secara administratif. Misalnya ujian, ujian itu kita ada
aturan di mana kita harus pastikan peserta ujian itu sesuai dengan
status yang tertera di administrasi termasuk foto," lanjutnya.
Kebijakan ini, lanjut Kasiyarno, hanya untuk mengantisipasi praktik
perjokian saat ujian. Oleh karenanya, sebelum mengikuti ujian mahasiswi
bercadar harus dicek satu per satu oleh petugas perempuan di sebuah
ruangan tertutup yang disediakan kampus.
"Untuk mencegah itu (perjokian) kita harus verifikasi betul antara foto
dengan mahasiswi yang ikut. Lha ini kalau pakai cadar kan enggak
kelihatan dan foto-foto mahasiswi di UAD ini tidak ada yang memakai
cadar, pakai jilbab," ucapnya.
Selanjutnya, Kasiyarno
menerangkan, UAD sebagai universitas di bawah naungan Muhammadiyah jelas
mengikuti aturan di perserikatan. Sementara di Muhammadiyah, kata
Kasiyarno, tidak pernah ada anjuran atau larangan muslim bercadar.
"Di
mana Muhammadiyah ini memiliki keyakinan tersendiri dalam akidah,
termasuk dalam muamalah, cara berpakaian dan sebagainya. Karena kita
berafiliasi atau menjadi bagian dari Muhammadiyah, tentu kami sesuai
dengan keputusan tarjih Muhammadiyah," jabarnya.
Lebih lanjut, Kasiyarno menjelaskan pihaknya melarang mahasiswinya yang
mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah memakai cadar.
"Kita
juga sudah menerapkan juga, khususnya untuk mahasiswi FKIP (Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan), calon guru, itu ketika kita
menyelenggarakan PPL, praktek di sekolah, itu memang kita melarang yang
bersangkutan pakai cadar," jelasnya.
Menurutnya, aturan tersebut
bukan untuk membedakan mahasiswanya. Tetapi kebijakan ini untuk
memudahkan mahasiswinya yang mengikuti PPL dalam mengajar murid di
sekolah. Karena dikhawatirkan, bila memakai cadar kegiatan belajar
mengajar akan terganggu.
"Karena kalau jadi guru ditutup (pakai
cadar) bagaimana bisa mengajar dengan bagus. Hanya itu saja. Agar
ungkapan, ucapan yang diterangkan itu bisa jelas. Kalau ngomong kan gak
ceto (tidak jelas), itu (bercadar saat mengajar) mengganggu itu,"
ungkapnya.
Kasiyarno menegaskan UAD Yogyakarta tetap akan mendata
dan membina mahasiswinya yang bercadar. Setelah dibina, UAD menyerahkan
pilihan ke yang bersangkutan apakah tetap akan memakai cadar atau
tidak.
"Ya itu (setelah dibina) terserah mereka," tuturnya.
Menurutnya,
sebagai lembaga pendidikan tugasnya hanya melakukan pembinaan ke
mahasiswa termasuk ke mahasiswi bercadar. Namun, dalam pembinaan ini
pihaknya tidak menargetkan yang bersangkutan mau melepas cadarnya.
"Kita
tidak menargetkan dia mau melepas (cadar) atau tidak. Pemahaman ini
(Islam ajaran Muhammadiyah) yang penting kami sampaikan. Kewajiban kita
kan hanya menyampaikan, sikap berubah atau tidak terserah (mahasiswi
bercadar)," ungkapnya.
Terkait bentuk pembinaan kepada mahasiswi
bercadar, sambung Kasiyarno, pihaknya akan berupaya menyampaikan
pemahaman di Muhammadiyah tentang aurat. Pembinaan tersebut nantinya
akan dikemas dalam bentuk dialog.
"Mereka kita ajak berdialog.
Kita berikan pemahaman-pemahaman bagaimana sih berpakaian yang syar'i
sesuai dengan ajaran Islam yang benar. Kita masih tetap mempersilakan
mereka (memilih). Kesadaran mereka biar dibangun melalui dialog," tutup
Kasiyarno.