Senin, 29 Januari 2018

Lebih jago dari Delta Force, Kopassus tak rugi dilarang berlatih di AS

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengungkapkan masih ada larangan kunjungan anggota Kopassus ke Amerika Serikat. Pensiunan jenderal bintang empat ini terus melakukan lobi agar larangan itu dicabut. BESTPROFIT
Pengamat militer dari Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi menilai larangan itu tidak perlu dipusingkan. Menurutnya, secara kemampuan anggota Kopassus masih di atas pasukan AS.
"Tidak, kita tidak rugi. Yang rugi justru mereka. Saya kira kalau kemampuan pasukan Para Komando kita di atas mereka. Kita lebih jago," ujar Muradi saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa (23/1) malam.
Menurutnya, di tingkat dunia pasukan elite masuk tiga besar. "Banyak sebenarnya yang mau latihan bersama Kopassus, Inggris mau. Saya kira Israel juga pasti mau kalau misal hubungan kita terbuka. Secara skill kita lebih jago dari Delta Force mereka," tuturnya.
Dengan tidak berlatih bersama, kata Muradi, paling TNI tidak mengetahui alat apa saja yang mereka gunakan saat ini. "Jadi lebih ke pengenalan alat-alat terbaru saja kalau latihan bersama mereka. Kalau SDM boleh diuji. Yang rugi itu mereka, bukan kita," tegasnya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis. Ryamizard mengatakan tengah melobi Mattis agar mencabut larangan kunjungan anggota Kopassus ke AS.
"Dulu ada sanksi Kopassus enggak boleh ke situ, dia (Mattis) akan usahakan mencabut itu," ujar Ryamizard di kantor Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (23/1).
Ryamizard mengatakan dengan pencabutan larangan tersebut, TNI bisa kembali menjalin hubungan dengan militer AS. Seperti dengan mengadakan latihan bersama.
"Yang jelas enggak boleh ke Amerika salah satunya, latihan enggak bisa bersama-sama, dia akan buka lagi," ucapnya.
Ryamizard yakin Mattis mampu mengabulkan permohonannya. Sebab dia menilai Mattis sebagai orang yang bijaksana, tak seperti presidennya, bisa melakukan lobi agar sanksi tersebut dicabut.
"Beliau akan berusaha untuk membereskan sanksi itu. Memang Trump keras ya. Tapi, (Mattis) orang yang dipercaya karena dia bijaksana. Di sana dia terkenal orang yang sangat bijaksana. Kita lihat saja nanti," tukasnya.
Sebelumnya sempat ramai ketika Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ditolak masuk ke Amerika Serikat. Panglima sedianya akan menghadiri acara Chiefs of Defense Conference on Country Violent Extremist Organization (VEOs) yang akan dilaksanakan tanggal 23 hingga 24 Oktober 2017 di Washington DC.
Namun saat akan naik pesawat Emirates dari Jakarta, Panglima TNI dilarang berangkat. Padahal Jenderal Gatot sudah mengantongi visa AS dan undangan resmi dari Panglima Tentara Gabungan AS Jenderal Joseph Dunford.
Isu penolakan petinggi TNI masuk ke AS ini sebenarnya bukan hal baru. Tahun 2014 lalu, menjelang Pemilihan Presiden di Indonesia, isu penolakan AS pada para jenderal ini sempat ramai.
Adalah adik Prabowo, pengusaha Hashim Djojohadikusumo yang mengungkap selain Prabowo ada beberapa jenderal lain yang pernah dicegah masuk AS.
Hal ini dibenarkan oleh mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto. "Memang ada fakta kalau 7, 9, 10 jenderal kita diembargo Amerika Serikat, karena kasus pelanggaran hukum, mengapa harus dibantah. Itu fakta," kata Endriartono tahun 2014 lalu.
Embargo Amerika itu, kata purnawirawan jendral TNI tersebut, terjadi setelah kasus Timor-Timur (sekarang Negara Timur Leste setelah lepas dari Indonesia tahun 1999) dan kasus Tragedi 1998 (Reformasi 98).
"Kita pernah diembargo dua kali. Itu terjadi zamannya Timor Timur dan pembakaran Jakarta tahun 1998, tapi itu haknya Amerika untuk mengembargo jenderal-jenderal kita. Tapi ya nggak usah dihiraukan, yang penting kita bisa menjadi negara mandiri," beber dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar